SAHABAT KELUARGA – Anak usia dini itu peniru ulung. Ia akan meniru apa yang dilihat, dirasakan dan didengar dari lingkungannya. Ini karena ia belum mengetahui batasan benar atau salah, baik atau buruk serta pantas atau tidak pantas. Karena itu, masa usia dini anak adalah masa yang tepat bagi orangtua untuk memberikan pendidikan yang membantu mengembangkan perilaku positif anak.
Terlebih, pada masa usia dini (0-6 tahun) atau yang biasa disebut masa keemasan di mana otak mengalami perkembangan yang sangat pesat atau eksplosif. Penelitian para ahli neurologi menemukan fakta, saat lahir, otak bayi mengandung 100-200 miliar neuron atau sel saraf yang siap melakukan sambungan antarsel. Sekitar 50 persen kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi saat usia 4 tahun, 80 persen telah terjadi pada usia 8 tahun, dan mencapai 100 persen ketika berusia 8-18 tahun (Jalal, 2002).
Jadi di masa usia dini, orangtua harus mengoptimalkan pendidikan anak. Salah satunya dengan metode bercerita (mendongeng). Maka, keahlian bercerita merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai orangtua, bahkan tidak hanya sebatas dikuasai namun perlu diaplikasikan secara nyata. Melalui cerita, orangtua dapat menanamkan nilai-nilai moral, dan nilai-nilai karakter. Sehingga anak nantinya akan tumbuh dan berkembang dengan kepribadian dan akhlak yang terpuji.
Cerita pada umumnya lebih berkesan daripada nasihat murni. Cerita terekam jauh lebih kuat dalam memori manusia. Cerita-cerita yang didengar di masa kecil masih bisa diingat secara utuh selama berpuluh-puluh tahun kemudian. Jadi, efek dari cerita inilah yang harus ditengahkan orangtua sebagai metode mendidik karakter anak.
Mendidik anak dengan bercerita adalah pilihan yang masuk akal. Pada sebuah cerita terdapat amanat yang sangat penting bagi perkembangan pola pikir anak-anak. Tokoh dalam cerita dapat menjadi contoh atau teladan bagi anak. Melalui cerita yang didengar atau dibaca, tanpa disadarinya, anak telah menyerap beberapa sifat positif, seperti kejujuran, keberanian, kerja keras, saling mencintai sesama manusia, menyayangi binatang, mandiri, serta anak belajar untuk membedakan hal-hal yang baik dan buruk.
Pola pengasuhan anak melalui metode bercerita juga dapat mendekatkan anak dalam mengapresiasi budaya literasi sejak dini. Anak secara tidak langsung memiliki perilaku menyimak dengan baik. Juga, anak dapat menirukan orang tuanya dengan banyak membaca buku-buku bacaan. Adapun kontribusi lebih jauh, dapat merangsang anak menjadi seorang pencerita (penulis cerita).
Selain itu, bercerita bisa mencegah anak kecanduan gawai. Orangtua bisa memanfaatkan gawai sebagai media dalam bercerita. Ini justru mendorong anak memiliki apresiasi tinggi terhadap pemanfaatan gawai dalam budaya literasi. Jadi, anak menjadi paham gawai tak hanya sebagai alat bermain, namun punya kegunaan yang lebih bermanfaat yaitu sebagai penyedia cerita selain buku.
(Kurniawan Adi Santoso – Guru SDN Sidorejo, Sidoarjo, Jatim. Foto: Fuji Rachman) .
Sumber: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id